Kriteria Penanggung Pajak yang Berpotensi Dicegah untuk Pergi ke Luar Negeri

Tristan Tax ProIndonesia menerapkan sistem self assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Sistem ini memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya secara mandiri. Karena itu, tingkat kepatuhan pajak menjadi faktor penting dalam menjaga keberlanjutan penerimaan negara. Jika kepatuhan tidak terjaga, potensi penerimaan dapat terganggu dan berdampak pada efektivitas pembiayaan negara.

Namun, dalam praktiknya masih ditemukan wajib pajak yang memiliki tunggakan akibat tidak melunasi utang pajak sesuai ketentuan. Ketika tunggakan muncul, fiskus dapat melakukan berbagai tindakan penagihan untuk memastikan utang tersebut dilunasi. Salah satu tindakan yang dapat diterapkan adalah pencegahan, yaitu larangan sementara bagi penanggung pajak untuk keluar dari wilayah Indonesia.

Menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), pencegahan dilakukan berdasarkan alasan tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tindakan ini merupakan instrumen penting untuk memastikan wajib pajak tidak menghindar dari tanggung jawabnya serta tetap berada dalam wilayah yurisdiksi Indonesia selama proses penagihan berjalan.

Ketentuan lebih rinci mengenai mekanisme pencegahan tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2023. Berdasarkan Pasal 55 ayat (1), pencegahan hanya dapat diterapkan kepada penanggung pajak yang memenuhi dua kriteria secara bersamaan. Pertama, wajib pajak harus memiliki utang pajak minimal Rp100 juta. Kedua, terdapat keraguan atas itikad baik penanggung pajak dalam menyelesaikan utang tersebut.

Keraguan atas itikad baik dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 55 ayat (2) PMK 61/2023. Indikator pertama adalah ketika wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya, baik sekaligus maupun dengan angsuran, meskipun telah menerima surat paksa. Indikator kedua adalah tindakan menyembunyikan atau memindahtangankan aset yang dimiliki atau dikuasai, termasuk rencana pembubaran badan, setelah utang pajak timbul. Kondisi tersebut menunjukkan adanya upaya untuk menghindari pelunasan dan dapat menghambat proses penagihan.

Permintaan pencegahan dapat diajukan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak kepada Menteri Keuangan. Setelah menerima permintaan tersebut, Menteri Keuangan akan menetapkan keputusan menteri mengenai pelaksanaan pencegahan terhadap penanggung pajak yang memenuhi kriteria. Dengan mekanisme ini, pemerintah berupaya memastikan proses penagihan pajak berjalan efektif sekaligus menjaga integritas sistem perpajakan nasional.